-->

Kampung Ini Jadi Sepi, Warganya Kabur Karena Takut di Rapid Test

Publish: Redaksi ----
INDRAGIRIPOS.COM - Warga satu kampung  pergi dari kampungnya karena takut diperiksa rapid test Covid-19. Kampung jadi sepi bak tak ada kehidupan sama sekali. Padahal rapid test hanya screning awal saja.

Warga di Kampung Ciloang, Kelurahan Sumur Pecung, Kota Serang kabur meninggalkan rumahnya, karena takut rapid test virus corona.

Sepeti dilansir dari bantennews.co.id, Mereka isu beredar dari warga bahwa akan diadakan rapid test. Isu itu rupanya begitu kuat dan mempengaruhi sebagian besar warga.

Jika datang ke Kampung ini, bak kota mati. Tak satu orang pun terlihat disana. Kampung sepi. Bahkan ada seorang penjual dengan membawa gerobak putar balik setelah masuk kampung.

"Sepi nggak ada warga," kata penjual itu.
Perkampungan dengan rumah permanen dari batu bata itu tak dihuni. Pagar rumah tertutup rapat.

Dedi, satu warga yang masih bertahan di rumah. Dia tidak kabur karena sudah paham dengan pengumuman akan ada rapid test massal di kampungnya.

"Mereka kaget. Nggak apa-apa. Cuma kaget. Kalau daftar (rapid test) yah silahkan. Kata RT begitu," kata Dedi.

Kampung tersebut sepi, Kamis (24/6/2020) sejak pukul 08.00 WIB.
"Saya keluar rumah, sudah nggak ada orang," kata dia.

Menjalani Rapid Test Tidak Sama dengan Karantina

Sementara itu, Gugus Tugas Perecepatan Penanganan Covid-19, dalam situs resminnya menjelaskan bahwa rapid test atau tes cepat, merupakan langkah awal identifikasi apakah seseorang sedang terinfeksi virus, termasuk SARS-CoV-2 penyebab COVID-19, menggunakan antibodi yang diambil dari sampel darah.

Tes cepat rapid test hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih menggunakan standar operasional yang diyakini oleh para ahli tenaga medis dan tidak berbahaya. 

Pelaksanaannya justru akan membantu seseorang, orang lain, dan pemerintah untuk melakukan penelusuran kontak dengan carrier atau orang yang terkonfirmasi positif COVID-19.

Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Dokter Reisa Broto Asmoro mengatakan, menjalani rapid test antibodi juga bukan berarti dikarantina. Seseorang yang di_rapid test_ masih dapat beraktivitas dengan menjalankan protokol kesehatan, selama hasilnya negatif atau non-reaktif.

"Menjalani Rapid Test, tidak sama dengan dikarantina," tutur Dokter Reisa.
"Jangan takut untuk beraktivitas selama menjalankan protokol kesehatan, apabila hasil rapid test tidak reaktif," imbuh Dokter Reisa.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, prinsip rapid test atau tes cepat yang disebut sebagai Rapid Diagnosis Test, sebenarnya ditujukan kepada orang yang pernah melakukan kontak erat dengan pasien positif.

Adapun rapid test yang dilakukan oleh pemerintah tetap menargetkan orang-orang yang berisiko tinggi. Tenaga kesehatan diseluruh Indonesia melakukan pelacakan terhadap orang-orang yang melakukan kontak dengan orang yang terkonfirmasi positif. Upaya ini, disebut sebagai contact tracing.

Menurut Dokter Reisa, rapid test berpotensi dilakukan di tempat keramaian atau kerumunan apabila memang diperlukan.
"Jadi, apabila lokasi tersebut diduga berkaitan dengan ditemukannya kasus positif, maka tes masif dilakukan berdasarkan penyelidikan epidemiologi," jelasnya.

Sedangkan, rapid test secara massal yang sering dilakukan di beberapa tempat keramaian, seperti pabrik, pasar dan perkantoran, adalah dengan tujuan menapis atau skrining awal. (***)
Share:
Komentar

Berita Terkini