-->

Para Tengkulak Seharusnya Dapat Ditertipkan Oleh Pemerintah

Publish: Redaksi ----

INHU - Permainan Harga Tandan Buah Segar Para tengkulak adalah musuh petani memasuki pada hari panen, biasanya Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit yang sudah menumpuk di sepanjang pinggir jalan Perkebunan. Dengan gerobak sorong, tandan buah sawit itu dibawa dari perkebunan oleh para petani. 

Sayangnya, kasus yang sering terjadi di daerah penghasil TBS, kaki tangan tengkulak selalu menghampiri para petani sawit untuk menawar kan jasa yaitu guna menawarkan sejumlah uang dengan syarat Hasil Panen Sawit dijual kepada nya.

Apabila sudah sepakat maka tengkulak tersebut menyerah Uang sesuai dengan jumlah yang diajukan oleh pemilik kebun tersebut dan nanti kalau sudah waktu panen tiba tengkulak langsung menuju tempat pengumpulan hasil ( TPH ).

Setelah panen  TBS pun ditimbang dengan timbangan yang sudah disediakan oleh tengkilak dan tanpa ada tawar-menawar lagi TBS pun ditimbang walau kadang timbangan layak pakai atau tidak namun timbangan tetap dianggap sudah baik yang terkadang ada juga terlihat  bahwa harga TBS sudah ditentukan harga nya oleh para tengkulak yang membuat hati miris karena harga TBS sudah ditentukan oleh tengkulak. 

Petani sawit tinggal menerima uang penjualan yang disodorkan para tengkulak tanpa bisa menawar atau pasang harga. 

Masalahnya ada pada kesulitan petani yang tidak bisa menjual langsung ke pabrik pengolahan kelapa sawit secara langsung dan sebaliknya pabrik selalu berdalih TBS milik petani tidak memenuhi standar. Alhasil, petani tak punya pilihan dan pasrah yang akhir nya menjual nya  ke tengkulak yang menjadi pilihan satu-satunya.

Ini selalu kami hadapi kalau dari pabrik harganya Rp 1.100, ya kami bayar ke petani Rp 1.000. Kalau dari pabrik Rp 900, kami bayar ke petani Rp 800, kata Rian, salah satu kaki tangan tengkulak berkilah.

Betapa besar pengaruh para tengkulak dalam rantai perdagangan ,tergambarkan dalam survei pada 2017 oleh Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) terhadap 10 ribu petani sawit rakyat di Riau menghadapi hal sama. 

Hasil survei tersebut menyebutkan bahwa 73 persen petani menjual TBS ke tengkulak. Sedangkan harga jual tandan buah di tengkulak sulit diprediksi karena mengikuti ketetapan pabrik pengolahan sawit.

Tapi lain lagi disebutkan, H Firdaus, salah satu pengusaha kebun sawit mengaku sebelum berdirinya PKS PT Mustika Agung Sawit Gemilang (MASG) dia menjual sawitnya ke tengkulak yang memiliki peron/ram, yang menetapkan harga semaunya yang harus kita terima. 

Tapi setelah adanya PKS MASG yang mampu membeli sawit dari para petani sawit dengan harga tinggi, maka nya kami menjualnya ke pabrik itu, sebutnya.

Diakui, Perusahaan mampu membeli sawit petani dengan harga sangat menguntungkan Masyarakat petani sawit di Peranap ini, kata H Firdaus yang juga dikenal sebagai tokoh Agama di desanya. 

Begitupun Erwin, warga Desa Simalinang Darat, Peranap, ianya sebagai pembeli/pengumpul buah sawit tidak keberatan atas keberadaan PKS MASG. Saya selalu membeli sawit warga dengan harga yang tinggi sesuai dengan harga yang ada di PT MASG .

Sawit saya hargai berkisar Rp.1.800 per Kg, terserah warga saja mau jual sawitnya dengan harga segitu ya dibeli, kalau minta harganya sama dengan harga MASG silahkan saja jual ke Perusahaan itu ya nggak apa apa,ucap Erwin yang juga memiliki kebun sawit pribadi ini.

Namun sisi lainnya Erwin juga mengaku merasa senang dengan keberadaan PKS MASG, yang diuntungkan bukanlah secara pribadi saja, namun semua lapisan Masyarakat khususnya para petani sawit yang mampu membeli buah sawit dengan harga tinggi, ujarnya.

Namun tengkulak (rentenir) tetap saja merugikan petani karena bisa terbelenggu dengan hutang. Pemilik PKS wajib membayar pajak ke Pemerintah, sedangkan para tengkulak, pembeli/ pengumpul pada peron atau ram justru tak bayar pajak, malah perijinan pendirian peron/ram tidak ada dan tidak dikenakan pajak, kata Alhamra.

Para tengkulak biasanya memberikan pinjaman lebih dulu kepada para pemilik kebun dalam hal ini para petani sawit, yang pembayarannya menunggu hasil panen, sedangkan seberapa besar bunga uang yang harus dikembalikan tergantung kepada kesepakatan kedua belah pihak. 

Praktek ini membuat para petani sawit menjadi tidak nyaman, karena terbelit dengan hutang, disamping harga jual sawit mereka tertekan jauh dibawah standart harga yang telah ditentukan Pemerintah, sebut praktisi hukum, Alhamra SH MH, Minggu (26/1) terkait menjamurnya feron, ram dan atau tengkulak sebagai pembeli/pengumpul buah sawit warga marak di kawasan Kecamatan Peranap, Lubuk Batu Jaya, Kelayang dan Batang Cenaku, Inhu.

Alhamra yang dikenal juga sebagai pengacara di Pekanbaru yang asli putra Batang Cinaku Kab Inhu ini mengapresiasi dengan keberadaan PKS PT MASG yang membangun PKS di Desa Simalinang Darat, Kecamatan Peranap, Inhu, dengan membeli TBS Petani Sawit dengan harga tinggi, meski harga itu masih dibawah dari Tim Penetapan Harga Sawit Provinsi Riau.

Diakui, harga beli sawit MASG bisa membawa keberuntungan terhadap para petani, sehingga ekonomi Masyarakat terdongkrak, saya memperkirakan ini bisa mempengaruhi kelangsungan tengkulak atau rentenir di kawasan itu,sebutnya menambahkan hukum bisnis; siapa yang membeli tinggi, maka akan kembali menjual lebih tinggi.

Jika MASG membeli sawit petani dengan harga tinggi Rp.1.960 per Kg, sedangkan para pemilik peron,ram dan atau tengkulak jauh dibawah harga, tentu saja para petani sawit akan  memilih menjual TBS nya ke PT MASG, tak ada aturan yang mengatur untuk menyamakan harga sawit terhadap para pekebun itu,ujarnya.


Menanggapi keluhan para petani yang berharap Pemerintah mampu mengendalikan harga tandan buah segar segar ( TBS ) ini, Juru Bicara MASG, Zulkifli Panjaitan S.Sos MM menilai sebenarnya aturan harga sawit sudah ada dan diperbarui menjadi Permentan No 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tanda Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun.

Syarat utama petani bisa mendapatkan harga TBS standar pemerintah adalah dengan membentuk kelembagaan petani. Permentan tersebut mengamanatkan Bupati/wali kota atau Gubernur memfasilitasi terbentuknya kelembagaan pekebun swadaya yang memiliki satu hamparan areal kelapa sawit. 

Saat ini MASGE sedang melakukan proses kerjasama semacam perjanjian kontrak antara perusahaan dengan para petani sawit yang ada di Kecamatan Peranap, Kelayang, Lubukbatu Jaya dan Batangcenaku, Inhu, sebutnya.

Nantinya, para petani sawit bisa membuat kelompok Tani petani sawit  yang sudah disyahkan oleh Pemerintah setempat selanjutnya bekerjasama dengan PT MASG dengan ikatan perjanjian kontrak yang harga belinya mengacu kepada ketetapan harga tim Provinsi Riau, disini akan terjadi saling menguntung kan dan  Kelompok petani  sawit itu juga nantinya melengkapi Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) yang luasannya 25 Ha per kelompok yang diterbitkan oleh Dinas Pertanian Setempat," ujar Zulkifly.

Share:
Komentar

Berita Terkini