JAKARTA - Di tengah hutan jati di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, ada desa bernama Kampung Kerbau. Desa ini unik karena menawarkan pemandangan wisata ala Afrika.
Desa yang dijuluki nama Kampung Kerbau ini tersemat karena mayoritas warganya adalah pemelihara kerbau. Ada 100 lebih warga desa yang memelihara ternak ini. Masing-masing memiliki minimal 10 ekor, bahkan ada yang 35 ekor.
Ratusan kerbau di desa ini dipelihara secara komunal di area khusus. Kandang-kandang untuk kerbau tersebut juga dibuat permanen, seperti layaknya rumah tinggal. Ada sekitar 60 kandang di lahan milik Perhutani. Uniknya lagi, kerbau- kerbau itu mengetahui kandang mereka masing-masing. Begitupun saat kerbau-kerbau itu hendak dimandikan, mereka tahu jalan menuju sungai tanpa diberi instruksi.
Kedisiplinan kerbau itu menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung yang tiap sore sengaja menunggu di jembatan, di atas sungai tempat ratusan kerbau berendam. Keberadaan Kampung Kerbau di Dusun Bulakpepe, Desa Banyubiru, Kecamatan Widodaren pun mulai dikenal sebagai desa wisata.
"Kampung Kerbau adalah wisata baru yang ada di Ngawi, Jawa Timur. Dijuluki Kampung Kerbau karena mayoritas penduduknya memeliharan kerbau. Di kampung ini terdapat sekitar 800-an lebih kerbau. Mungkin Kampung Kerbau bisa dikunjungi saat liburan. Tempat ini memang mirip seperti di kawasan Afrika versi Ngawi. Dan, buat sahabat yang dulunya saat masih kecil bercita-cita jadi anak gembala, mungkin bisa ke sini sekalian bernostalgia," tulis Instagram @Indoflashlight, dikutip Minggu (3/2/2019).
Kebiasaan warga Desa Bulakpepe memelihara kerbau telah ada sejak era penjajahan, sehingga sudah menjadi tradisi turun-temurun. Saat daerah-daerah di Jawa mulai familiar memelihara sapi, kebiasaan di Bulakpepe memelihara kerbau tak pernah luntur.
Dilansir dari inews.id Dulu, memelihara kerbau jadi salah satu sarana pendukung pertanian, karena kerbau dapat dipakai untuk membajak dan mengangkut barang berat. Seiring kemajuan teknologi, warga Bulakpepe kini menjadikan kerbau sebagai peliharaannya untuk investasi ekonomi.
Para pemilik kerbau sudah terbiasa melakukan sistem titip. Mereka membayar orang lain dengan sistem upah sekitar Rp50.000 per ekor tiap bulannya. Sementara para pemilik memilih tinggal di kampung sebelah, tak jauh dari lokasi.
Ratusan kerbau itu biasanya digembalakan oleh dua sampai tiga orang. Penggembalaan kerbau dilakukan secara komunal dengan memilih lahan luas yang tidak ada tanaman produktifnya. Maklum, di desa ini, tanaman jati juga banyak dibudidayakan warga setempat.
Bagi warga Dusun Bulakpepe, kerbau adalah harta yang paling berharga. Mereka menyebutnya rojo koyo (raja kaya) yang mendatangkan banyak rezeki bagi kita. Masyarakat Dusun Bulakpepe lebih memilih menyimpan uangnya dalam bentuk peliharaan kerbau daripada menyimpannya di bank. Bagaimana, tertarik mengunjungi Kampung Kerbau di Ngawi?