JAKARTA – Penetapan mantan Presiden Soeharto sebagai Pahlawan Nasional pada Senin (10/11/2025) oleh pemerintah Indonesia memicu reaksi keras dari berbagai media internasional. Keputusan ini dianggap membuka kembali luka lama terkait pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di era Orde Baru, serta implikasi politik di bawah pemerintahan Presiden Prabowo.
Reuters: Dalam artikelnya, "Indonesia grants national hero status to late strongman President Suharto," Reuters menyoroti aksi protes yang dilakukan oleh aktivis pro-demokrasi dan keluarga korban pelanggaran HAM. Mereka menilai langkah ini sebagai pengabaian terhadap perjuangan reformasi. Reuters juga mengutip Marzuki Darusman yang memperingatkan normalisasi pola kekuasaan militeristik di bawah Prabowo.
The Star: Media Malaysia ini menyoroti penolakan dari masyarakat sipil dan akademisi yang menganggap pemberian gelar ini sebagai distorsi sejarah. The Star menyinggung surat terbuka dari aktivis dan akademisi kepada Presiden Prabowo yang menyatakan bahwa gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto adalah pengkhianatan terhadap korban pelanggaran HAM dan nilai-nilai demokrasi.
The Guardian: Media Inggris ini menyoroti aspek ideologis dari keputusan tersebut. Dalam artikel berjudul "Fury as Indonesia declares late authoritarian ruler Suharto a national hero,” The Guardian menyoroti kekhawatiran bahwa penghargaan terhadap Soeharto mencerminkan kembalinya simbolisme Orde Baru, terutama di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo. Usman Hamid dari Amnesty International Indonesia bahkan menyebutnya absurd jika seseorang yang bertanggung jawab atas salah satu genosida terbesar dalam sejarah diangkat menjadi Pahlawan Nasional.